Senin, 28 Juni 2010

Prinsip Pendidikan Islam

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan pranan penting dalam membangun dan menumbuh kembangkan peradaban. Maju mundurnya suatu pradaban ditentukan oleh pendidikan. Bahkan, peradadaban dan kebudayaan umat manusia tidak akan pernah muncul tanpa ada lembaga yang mengarahkan manusia ke arah tersebut. Karena manusia terlahir kedunia tidak memiliki daya dan ilmu yang dapat membuatnya berkembang lebih maju, maka pendidikanlah yang membangun daya dan pengetahuan tersebut dalam jiwa manusia. Al-Qur’an menegaskan :
Dan Allah-lah yang mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui seuatu apapun. Dan Dia memberi kamu pendengaran penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.
Dalam keadaan ketidak tahuan manusia itu, Allah membekalinya dengan indera baik indera zahir maupun indera batin. Melalui indera itulah manusia dapat mengetahui sesuatu.
Indera manusia yang meliputi, indera zahir, batin, dan indera qalbu merupakan sarana transformasi ilmu pengetahuan. Melalui tiga indera itulah ilmu pengetahuan sampai ke dalam jiwa manusia. Pendidikan merupakan wadah tempat manusia berinteraksi, dengan menggunakan indera, dimana melalui indera itu ilmu masuk ke dalam jiwa atau kalbu yang pada akhirnya melahirkan sikap dan perilaku serta pradaban.
Bahkan lebih jauh, pendidikan tidak hanya membangun saja tetapi juga memberikan pola, warna, atau model terhadap peradaban itu sendiri. Justru karena itu, pola pendidikan yang berbeda akan melahirkan model dan bentuk peradaban yang berbeda pula. Pola pendidikan sekuler akan melahirkan pradaban yang sekuler pula. Demikian pula sebaliknya; pendidikan islami akan melahirkan pradaban islami.
Pendidikan Islam mempunyai karakteristik khusus, dimana karakteristik khusus itulah yang membedakannya dari yang lain. Karakteristik tersebut meliputi beberapa hal. Antara lain prinsip atau dasar filosofis bangunan pemikiran pendidikan Islam, isi atau materi, pandangan mengenai sumber ilmu, dan tujuannya.

B. Prinsip Tauhid
Menurut perspektif al-Qur’an, tauhid adalah merupakan akar utama yang harus memberikan energi kepada pokok, dahan, dan daun kehidupan. Atau ia merupakan hulu yang harus menentukan gerak dan kualitas air sebuah sungai kehidupan. Semua aktivitas kehidupan mestilah berangkat dari tauhid tersebut, termasuk kegiatan dan penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan terdiri atas beberapa komponen, yaitu murid, guru, dan kurikulum. Nilai tauhid mestinya tercermin pada setiap komponen itu. Nilai tauhid mesti mewarnai pribadi siswa dan guru serta intreraksi atau komunikasi antara keduanya. Guru mestinya tampil sebagai pribadi yang bertauhid, yang tercermin dalam prilaku, tutur sapa, pikiran, dan rasa. Semuanya mesti diwarnai oleh tauhid, seperti yang terlihat pada pribadi para nabi mulai dari Adam As samapai Muhammad saw. Demikian pula siswa; mereka ini mestinya dilihat sebagai komunitas pencari nilai-nilai tauhid. Maka semua aktivitas belajar dan interaksi antara guru dan murid tidak boleh bertentangan dengan nuansa tauhid itu.
Dan komponen pendidikan yang juga amat penting dibangun atas prinsip tauhid adalah kurikulum. Kurikulum yang antara lain mencakupi materi, metode, dan alokasi waktu hendaknya dibangun atas pertimbangan ajaran tauhid. Materi pelajaran, misalnya, ditetapkan dengan berlandaskan pada al-Qur`an dan Sunnah serta berorientasi kepada penanaman kesadaran diri sebagai makhluk Allah, bukan semata-mata penanaman ilmu. Ilmu mestinya dilihat sebagai sarana yang menjembatani peserta didik untuk mencapai ketauhidan yang hakiki, yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Bangunan kurikulum seperti ini mencakupi semua bidang kajian yang disajikan kepada siswa; tidak ada materi pelajaran, bidang kajian apapun, yang tidak berlandaskan ketauhidan.
Ada tiga aspek yang tidak mungkin dipisahkan dalam perbincangan mengenai tauhid sebagai prinsip pendidikan Islam, yaitu Allah, manusia, dan alam.
1. Allah
Pendidikan Islam diawali dari mengenal Allah. Siswa mesti diperkenalkan, bahwa segala yang ada ini berasal dari-Nya. Dia Maha Pencipta, bahkan tidak hanya mencipta tetapi juga memilihara, mengatur memberi rezeki. Semua yang ada ini tergantung dan terikat kepada-Nya. Tidak ada makhluk yang dapat melepaskan ketergantungan dan keterikatan itu, termasuk manusia. Walaupun manusia memenuhi jiwanya dengan segala macam kejahatan atau kemaksiatan, namun baik disadari maupun tidak disadari, dan diakui maupun tidak diakui jiwa dan raga manusia itu tetap tergantung kepada Allah.
Al-Qur’an menegaskan, bahwa alam raya dan segala isinya ini diatur dan diurus oleh Allah.
Maksudnya; Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudia urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang lamanya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu
Pengaturan itu tidak hanya hal-hal yang bersifat makro, tetapi juga hal-hal yang bersifat mikro. Bahkan Allah menyebutkan, Dialah yang membuat burung bisa terbang di udara dan Dia menahan burung itu sehingga tidak jatuh. Dialah yang menumbuh tumbuhan dan membuatnya berbuah. Dan Dia jugalah yang mebuat jatuhnya sebuah kerajaan dan naikknya kerajaan yang lain. Maka tidak ada persoalan yang terjadi di bumi dan langit yang terlepas dari pengaturan Allah. Hijazi, dalam menafsirkan ayat di atas, menegaskan ”Allah-lah yang mengurus urusan dunia dan mengatur sistem yang berlaku padanya. Semua itu sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkannya. Hal ini terus berlaku sampai kiamat nantinya, dimana pada hari itu semua persoalan dan urusan dunia ini akan kembali kepada-Nya, dan Dia akan menghukum dengan seadil-adilnya. Dalam surat Yunus ditegaskan :
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit, tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
Mungkin secara empirik atau ilmiah sulit membuktikan dan menerima pernyataan di atas. Sebab, secara empirik memang tidak terlihat kaitan burung terbang di udara dan tumbuh-tumbuhan tumbuh dan berkembang dengan Allah. Burung bisa terbang di udara, tidak jatuh kebumi, karena ada gaya grafitasi bumi yang membuatnya tidak jatuh. Demikian pula tumbuh-tumbuhan, ia bisa tumbuh dan berbuah karena ada air dan udara. Tetapi yang menjadi persoalan, kenapa ada gaya grafitasi itu? Siapa yang menciptakan gaya tersebut? Dan siapa pula yang menciptakan sistem ini, dimana burung ketika terbang terbebas dari gaya tarik bumi itu? Demikian pula tumbuhan, kenapa ia membutuhkan air? Siapa yang menciptakan sistem ketergantungan tumbuh-tumbuhan itu kepada air dan udara? Jawaban semua pertanyaan ini berakhir kepada Allah. Dialah sumber segalanya. Dia tidak hanya mencipta benda yang ada di alam ini, tetapi juga menciptakan sistem yang berlaku pada benda tersebut. Dia tidak hanya menciptakan alam, tetapi juga hukum alam. Sistem atau hukum yang telah diciptakan-Nya, jika Dia menghendaki pada kasus-kasus tertentu, bisa Dia ubah yaitu menggantikannya dengan hukum alam lain yang belum diketahui manusia. Jika ini terjadi, maka inilah yang disebut dengan mu`jizat, karamat, dan ma`unah.
Al-Qur’an menegaskan :
Maksdunya; Dan Kami telah menjadikan segala makhluk hidup itu dari air.
Ayat ini mengambarkan ketergantungan makhluk hidup terhadap air. Ketergantungan itu merupakan suatu sistem yang juga Allah ciptakan. Jika Dia menghendaki sistem itu berubah, sistem itupun akan berubah. Maka atas kehendak-Nya selalu ditemukan kajadian di luar dugaan, pikiran, dan nalar manusia.
Karena pendidikan itu dibangun atas tauhid, maka segala kegiatan kependidikan mestilah berawal dari Allah. Visi dan misi, sebagai pedoman penyelenggaraannya, disusun atau dirumuskan berdasarkan keimanan kepada-Nya. Demikian pula peroses penyelenggaraan pendidikan tersebut, semuanya mestilah bernuansa tauhid dan beroreantasi kepada tauhid atau penguatan iman.

2. Manusia
Manusia adalah subjek sekaligus juga objek pendidikan, dia mesti dilihat sebagai makhluk Tuhan. Pribadinya, baik secara fisik maupun fsikis, merupakan suatu sistem yang tidak pernah terlepas dari kaitan dan ketergantungannya kepada Tuhan. Secara fisik, manusia terikat dengan hukum alam yang Allah ciptakan. Manusia tidak boleh melanggar hukum alam itu, jika dilanggar dirinya akan cedera. Demikian pula secara fisikis, manusia mempunyai potensi berupa akal sebagai jendela masuknya ilmu ke dalam jiwa, dimana akal juga merupakan anugerah-Nya yang patut disyukuri. Persoalan ini mestinya menjadi pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik dalam prosesnya maupun penentuan kebijakan seperti penetapan kurikulum.
Prinsip lainnya, yang menjadi pertimbangan dalam pengelolaan pendidikan terkait dengan manusia itu, adalah bahwa manusia itu merupakan makhluk dua dimensi, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani berasal dari tanah, yang memiliki kekuatan untuk tumbuh dan berkembang serta kehendak untuk berbuat sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya, berupa nafsu. Dan rohani merupakan suatu kekuatan yang berasal langsung dari Allah, dimana ia tidak berasal dari tanah. Al-Ghazali mengatakan, unsur ini berasal dari jenis kejadian malaikat. Unsur ini memiliki potensi akal, yang mesti dikembangkan dalam dunia pendidikan. Potensi ini mesti dipupuk melalui pendidikan agar ia tumbuh dan berbuah.
Karena manusia memiliki dua unsur ini, maka dia memiliki banyak sifat, baik yang terpuji maupun yang tercela. Sifat-sifat itu, antara lain pelupa, suka mengeluh, rakus atau ambisius, suka membantah, memiliki sifat kasih sayang, kadang-kadang cenderung takabur, membesarkan diri, dan lain sebagainya. Sifat-sifat ini mesti menjadi bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan. Di antara sifat-sifat itu mesti diarahkan agar ia berhasil guna dan cenderung kepada kebaikan. Sifat itu tidak boleh dihapus dan dimatikan, tetapi mesti diarahkan dan diberikan pengawalan. Sebab, jika tidak diberikan pengawalan ia akan dimanfaatkan oleh setan atau hawa nafsu, jika itu terjadi maka ia cenderung kepada hal-hal negative dan tercela. Pendidikan berfungsi menanamkan bibit pengarahan dan pengawalan tersebut. Ia memberikan kekuatan kepada jiwa dalam menghadapi persoalan-persoalan itu.
Dengan demikian, pendidikan dalam perspektif al-Qur’an bersifat humanis. Perancangan, penyelanggaraan, atau proses pendidikan dibangun atas prinsip kemanusiaan dalam artian tidak ada aspek kemanusiaan yang terabaikan. Potensi jiwanya dikembangkan dan jasmaninya dilatih. Demikian pula sifat-sifat manusiawinya, ia perlu mendapat pertimbangan dalam menentukan kebijakan segala hal yang berkaitan dengan pendidikan. Al-Qur’an mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam melakukan pembelajaran terhadap manusia melalui madrasah al-nubuwah-nya Muhamma saw. Maka dalam waktu yang singkat, Nabi berhasil mendidik generasi sahabat.
3. Alam
Dalam perspektif Islam, “alam” diartikan kepada segala sesuatu selain Allah (kullu shay’in ma siwa Allah). Atau dengan kata lain, alam adalah makhluk atau setiap yang diadakan. Maka Allah tidak termasuk alam, karena Dia bukan yang diadakan. Dalam al-Qur’an, kata “alam” sering terulang dan semuanya dalam bentuk jamak (plural). Hal itu menunjukkan alam itu banyak, seperti alam manusia, alam malaikat, dan alam jin. Selain kata “alam”, perbincangan al-Qur’an mengenai alam semesta juga tergambar dalam ungkapannya mengenai langit, bumi, dan segala isinya baik yang bersifat empiris maupun tidak yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat.
Jika dilihat dari sifatnya, alam itu dapat dikategorikan kepada dua acam yaitu “alam nyata” (`alam al-shahadah) dan alam tidak nyata (`alam al-ghayb). Alam nyata adalah benda-benda nyata dan konkrit yang bisa dikaji secara empiris. Dan alam yang tidak nyata adalah makhluk Tuhan yang tidak bisa dikaji secara empirik, ia hanya dapat diketahui melalui pemberitahuan-Nya dalam Kitab Suci atau berita yang disampaikan oleh para nabi-Nya. Manusia hanya dapat menyaksikan setelah memasuki alam tersebut, sebelumnya manusia hanya dituntut mengimaninya saja.
Secara esinsi alam al-shahadah ini, dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu benda-benda yang ada ini dan sistem yang menghubungkan antar benda tersebut. Keduanya merupakan ciptaan Allah dan berada dalam pengaturan-Nya. Unsur-unsur yang terdapat di alam mempunyai keterkaitan bahkan ketergantungan antara satu dengan yang lain. Allah-lah yang menentukan ketergantungan atau keterkaitan itu. Ketergantungan atau keterkaitan itu merupakan system yang diciptakan-Nya, dimana alam tunduk dan terikat dengan system tersebut. Persoalan inilah yang menjadi kajian sains baik social maupun eksakta.
Dalam proses pendidikan, alam merupakan objek kajian manusia baik dalam penelitian maupun dalam perbincangan. Oleh karena itu, alam suatu hal yang mesti dilihat secara tepat. Berbedanya pandangan terhadap alam dapat melahirkan perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan dan transformasi ilmu terhadap peserta didik. Al-Qur’an menjelaskan, bahwa alam yang menjadi objek kajian manusia ini baik benda-bendanya maupun sistem yang berlaku padanya merupakan ciptaan dan ketentuan Allah. Maka ketika mempelajarinya, prinsip alam dan segala sistem yang berlaku padanya tidak boleh dilepas dari Sang Pencipta. Semuanya mesti dipandang sebagai suatu sistem yang mempunyai ketergantungan penuh terhadap Allah.
C. Risalah Ilahiyah
Selain akidah tauhid yang meliputi perbincangan mengenai Allah, manusia, dan alam, pendidikan Islam juga di bangun atas prinsip risalah ilahiyah. Penyelenggaraan pendidikan mesti selaras dan sesuai bahkan didasarkan atas risalah ketuhanan yang dibawa para nabi, terutama Nabi Muhammad saw. Allah telah mengutus para rasul kepada umat manusia untuk menyampaikan atau mengajarkan risalah-Nya agar manusia memegangi serta mempedomani risalah tersebut dalam menjalankan kehidupan mereka di dunia ini.
Risalah itu berarti pesan-pesan Tuhan yang dibawa para rasul untuk disampaikan kepada umatnya. Pesan-pesan tersebut berisi akidah tauhid, pesan-pesan moral, dan tatanan hidup yang mengatur interaksi manusia dengan Tuhan, alam sekitar, dan sesama manusia itu sendiri. Semua nabi dan rasul yang diutus Allah kepada umat manusia membawa risalah yang sama. Tidak ada perbedaan risalah yang dibawa seorang rasul dengan risalah yang dibawa rasul lainnya, kecuali risalah yang berkaitan dengan tatanan kehidupan sosial atau hukum. Semua nabi dan rasul mengajarkan risalah tauhid kepada umat mereka, yaitu u`budu Allah ma lakum min ilahin ghayruh (sembahlah Allah, tiada Tuhan bagimu selain-Nya). Banyak ayat al-Qur’an menjelaskan kesamaan risalah tauhid yang dibawa para nabi tersebut. Perbedaan risala para nabi itu hanya terdapat pada persoalan-persoalan mu`amalah, seperti makanan, tatacara ibadah kepada Allah dan lain sebagainya.
Risalah ilahiyah yang dibawa Nabi Muhammad, seperti yang termuat dalam al-Qur’an dan sunnahnya, mengandungi tiga isi utama dimana manusia dituntut agar mematuhi dan menyikapi dengan baik ketiga isi tersebut. Pertama keimanan atau akidah tauhid, seperti yang juga termuat dalam kitab-kitab suci seselumnya. Hal itu meliputi keimanan kepada Allah, dimana mengimani-Nya mempunyai koksekuensi kemestian mengimani malaikat, kitab suci yang diturunkan-Nya kepada manusia, rasul, adanya hari perhitungan, dan keyakinan kepada ketentuan Allah. Mengimani persoalan-persoalan ini mesti pula melahirkan prilaku terpuji yang disebut dengan akhlak mulia. Oleh sebab itu aqidah dan kesalehn merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.
Kedua hukum normatif dimana manusia dituntut mentaati hukum tersebut. Hal itu meliputi kewajiban seorang hamba terhadap Allah, dan larangan yang sepenuhnya mesti dipatuhi oleh hamba tersebut, seperti yang tertuang dalam hukum ibadah dan mu`amalah. Hukum tersebut meliputi norma-norma kehidupan, ia mengatur hubungan manusia dengan Allah yang berwujud dalam bentuk ibadah mahdhah, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Selain itu pesan-pesan normative ini juga mengatur hubungan manusia dengan alam sekitar dan manusia itu sendiri. Untuk ini, Islam menetapkan aturan-aturan mengenai transaksi jual beli, pernikahan, menjaga plestarian alam, dan lain sebagainya. Risalah ilahiah yang bersifat normative ini mesti dipatuhi dan diamalkan. Jika manusia mematuhinya, maka manusia akan mendapat ganjaran yang amat menyenangkan baik di dunia ataupun di akhirat.
Ketiga hukum yang tidak bersifat normatif, yaitu hukum alam atau sunnatullah yang berlaku di alam ini. Hukum ini sesuai dengan kondisi manusia dan bumi tempat mereka tinggal. Allah berfirman :
Maksudnya; Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
Bumi yang ditempati manusia ini mengandungi segala keperluannya dalam menjalani kehidupan. Bumi dipenuhi dengan segala benda dan sistem atau hukum alam yang berlaku padanya. Manusia dituntut agar menyesuaikan diri dengan hukum yang telah diciptakan-Nya itu. Melanggar hukum alam dapat mencederai diri manusia itu sendiri. Sebaliknya, menyesuaikan diri dengan hukum alam tersebut dapat mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan hidup.
Agar dapat menyesuaikan diri atau mematuhi hukum alam (sunnatullah) itu, manusia dituntut mengkaji dan menelitinya. Banyak ayat al-Qur’an yang memotivasi manusia agar mempelajari alam dan segala isinya serta sistem yang berlaku padanya. Dalam al-Qur’an terdapat banyak perintah membaca dan menalar. Perintah membaca dalam tiga kosa kata terulang 14 kali, yaitu iqra’, utlu, dan rattil. Sedangkan perintah menalar diungkapan dalam berbagai kosa kata dan uslub, seperti unzuru, afala yanzuruna, awalam yaraw dan lain sebagainya. Paling tidak terdapat dua pesan yang terkandung dalam perintah membaca, menalar atau meneliti alam dan isinya. Pertama memperoleh pengetahuan mengenai hukum alam demi kesejahteraan dan kenyamanan manusia tinggal di bumi ini, karena pengetahuan mengenainya berdampak terhadap kemajuan peradaban umat manusia yang akhirnya juga dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua penguatan atau pemberdayaan aqidah. Bertambahnya pengetahuan berdampak pula terhadap pencerahan iman atau aqidah seseorang, jika memang pengetahun yang dicarinya itu terbangun atas pondasi akidah tauhid tersebut.
Lembaga pendidikan merupakan wadah mengkaji dan menanamkan risalah ilahiah. Pendidikan didirikan atas dasar pewarisan, pengkajian, dan pengembangan risalah ilahiah itu. Pendidikan berfungsi mewariskan pesan-pesan ilahi dari generasi ke genarsi sehingga ia tetap eksis, lestari, atau kekal sepanjang eksisnya manusia di bumi ini. Hukum normativ yang terkandung dalam al-Qur’an termasuk aqidah tauhid merupakan misi utama lembaga pendidikan Islam. Ia diwariskan dan ditransformasiakan sehingga menjadi bagian internal pribadi peserta didik serta diamalkan dalam menjalani kehidupan ini. Demikian pula hukum Allah yang tidak bersifat normatif (hukum alam), ia juga mesti dikaji dalam memberi penguatan terhadap hukum normativ. Semua kegiatan pendidikan didasarkan dan dirujukkan kepada persoalan-pesrsoalan ini. Kebijakan dan program pendidikan ditetapkan dan diimplemantasikan berdasarkan risalah ilahiah ini, termasuk kebijakan mengenai kurikulum dan proses pembelajaran.

1 komentar:

  1. The History of the Casino - One of the Most Popular Casinos
    A relative 출장안마 newcomer to septcasino the casinosites.one world of online gambling, Wynn Las Vegas opened its doors ventureberg.com/ to a new audience febcasino.com of over 600,000 in 2017. This was the first casino

    BalasHapus